Pembelajaran dari wastafel dapur

Selama saya tinggal di ashram saya tidak habis pikir kenapa di dapur, yang setiap harinya menyediakan makanan untuk 250-300 pencari Tuhan YME (seeker), hanya memiliki satu bak cuci piring (wastafel). Akan tetapi saya tetap berusaha mempertahankan sikap belajar dan berusaha untuk tidak memberi komentar seperti apa yang saya rasakan yang melampaui logika saya… tetapi pertanyaan itu tidak pernah hilang dari pikiran saya.

Bagaimana bisa begitu? Setiap kali ada yang menggunakan wastafel untuk mencuci piring yang memerlukan waktu dua jam bahkan lebih dan banyak orang yang menyela untuk mengisi wadah air yang digunakan untuk membersihkan meja, atau membilas tangan mereka saat memasak, seeker yang memotong daun ketumbar akan membawa saringannya untuk membilas daun-daun ketumbar dan orang sedang mengaduk susu juga membutuhkan wastafel… seperti itulah arus para pemakai wastafel, tetapi tetap tidak ada yang terganggu!

Jadi tumpukan piring yang akan dicuci dengan bergantian tapi tetap memberikan waktu bagi orang lain yang memerlukan wastafel. Tidak ada yang pernah mempertanyakan apakah tidak ada lagi wastafel lain. Satu wastafel telah diterima sebagai bagian hidup. Semua orang puas.

Saya berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan semua orang, tapi selalu berpikir bahwa beberapa wastafel lagi akan menjadi lebih efisien.

Tiba-tiba, hanya beberapa hari berlalu, tiba -tiba muncul pengertian baru dalam kesadaran saya. Wastafel ini tidak lain adalah ‘Rancangan Ilahi’ dari Tuhan! Saya selama ini menggunakan kecerdasan saya yang terbatas, tetapi Spiritualitas berada di luar intelek. Jadi saya harus melihat apa yang melampaui skenario yang tidak masuk akal ini dan melihat tujuan sebenarnya dari wastafel di dapur ini. Saya menyadari bahwa Tuhan tidak hanya ingin piring dicuci. Dia juga ingin menciptakan keilahian di dalam setiap seeker.

Wastafel ini membuat seseorang pada tempatnya, karena memiliki potensi untuk mengendapkan kekurangan dalam diri seseorang – sedikit iritasi dapat dengan mudah dirasakan oleh seeker yang mengganggu (menggunakan wastafel) juga, yang sedang berdiri tepat di sampingnya. Jadi kesabaran dan cinta seseorang harus dikembangkan, sehingga setiap interaksi menjadi lembut, ramah dan bahkan luhur.

Gangguan yang terjadi di wastafel di dapur telah berfungsi sebagai pendorong bagi para seeker dan mengatakan sesuatu yang memberi semangat, memberikan beberapa saran atau memperbaiki kesalahan seperti ‘Anda membuka keran terlalu deras, Anda membuang-buang air’. Mencuci piring selama dua jam itu benar-benar hanyalah wadah bagi kita – dimana setiap dari kita telah mendapat kesempatan untuk dibersihkan dari dalam.

Wastafel di dapur telah memberi kami pelajaran praktis tentang cara bagaimana menerima sepenuhnya dengan hati lapang dan bahkan membuat saya belajar bagaimana melampaui kecerdasan saya. Tanpa ketidaknyamanan yang telah diatur Ilahi, di mana lagi kita mendapatkan situasi yang hampir seperti di laboratorium yang bisa mendorong kita agar bisa bertransformasi ke dalam diri ?

____________________________
Baca lebih lanjut :

Konsep Swechchaa, Parechchaa dan Ishwarechchaa dalam latihan dan pertumbuhan spiritual

Rasa syukur dan keakraban spiritual di antara para pencari yang berpengalaman di āshram

Jika murid memiliki niat, Guru selalu mengajar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *